Senin, 06 Juni 2011

Sebuah Tatapan Ringkih Tak Berbalas

Sebuah tatapan ringkih tak berbalas
teracuhkan, berjuang, bertudung terik panas
tidak menuntut hanya meminta, memelas
meski yang lewat hanya pergi tak menggagas

Inilah hidup jalanan ibu kota
bertopeng gedung megah berhias permata
dibaliknya, sosok-sosok kecil tak terjamah
mengais keadilan dalam kejamnya jalan

Bukan mengarap rembulan
hanya janji yang tak kunjung datang
tidak mengimpikan bintang
hanya sesuap nasi untuk anak mereka

sementara mereka tersedu sedan
yang diatas mendengar, lalu mengabaikan
sementara anak mereka melenggang nyawa
yang diatas hanya bersimpati lalu berfoya-foya

Di mana cita dan visi luhur
janji bakti terbuang, terganti korupsi
"mengapa kau tipu kami sedang kami percaya?"
teriakan mereka, luka Indonesia

Narasi:
    Puisi ini menceritakan tentang keadaan mereka yang kurang beruntung. Terinpirasi dari seorang teman dan sebuah kata di banyak buku yang kubaca akhir-akhir ini, "tak terbalas". Dalam puisi ini aku pengen mengajak kalian untuk melihat sesuatu bukan dari sisi paling indahnya saja namun dari bagian-bagian kecil yang terabaikan. Misalnya kalau kita melihat sebuah lemari ukiran yang harganya mahal dan bermerk. Pernah nggak kita menengok seberapa besar usaha pembuat ukiran di lemari itu, berapa banyak keringat yang dikeluarkan si pemotong kayu. Berapa lama waktu untuk menjadikan kayu itu sebuah mahakarya yang bernilai. Dari situ kita akan lebih menghargai sesuatu. Kemudian aku juga mengajak kita untuk membantu mereka bukan mengabaikan mereka. Mereka bukan sampah. Mereka itu warga yang kurang beruntung yang membutuhkan pertolongan kita. Daripada kita sering-sering menghabiskan uang untuk hal-hal yang sebenernya bisa kita dapat dengan murah. Misalnya beli sepatu ya di Ciamplas aja, sisanya bisa kita bantu buat mereka. Lagi pula bangga dong sama produk dalam negeri. Dengan begitu kita juga bisa nolongin mereka. Ayo kita obati luka Indonesia :D

PS:
   hehe maaf jelek dan lebai , mungkin karena stress ujian jadi kayak gini ^^,,